Rabu, 18 Mei 2016

OPTIONAL ( KHIYAR) & PENDAPATAN NEGARA



OPTIONAL ( KHIYAR) &
PENDAPATAN NEGARA 
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
            Dalam kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani saja. Manusia juga membutukkan keperluan jasmani, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang disebut dengan muamalah.
            Untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama mengatur sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga hubungan manusia dengan sesama manusia lagi. Disamping diwajibkan mengabdikan dirinya kepada Tuhan, manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.
            Firman Allah Ta’alaa:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Q.S. Al-Qashash: 77)
            Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap sesama, tolong-menolong, bantu-membantu dalam kesempitan dan kesukaran. Dan salah satu cara muamalah supaya tidak terjadi salah kekeliruan antara penjual dan pembeli, maka diperlukan adanya khiyar (pilihan). Oleh karena sebab itu, maka di dalam makalah ini kami mengambil judul “Khiyar”.
1

2
Dalam suatu negara tentu saja membutuhkan suatu penerimaan pendapatan ke dalam kasnya. Hal ini untuk kesejahteraan negara itu sendiri. Selama ini yang kita kenal sumber penerimaan negara diantaranya adalah pajak. Di Negara-negara kaum kapitalis pendapatan dibebankan pada rakyatnya, yang terkadang sering mencekik warganya. Bahkan Negara jika tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka mereka melakukan pinjaman dari luar negeri.
Dalam dunia Islam, Negara memiliki sumber-sumber pendapatannya tidak dibebankan pada masyarakat sepenuhnya. Negara mengandalkan sumber daya alam dan potensi lainnya untuk mendapatkan pemasukan. Disinilah kita akan membahas dari mana saja sumber-sumber pendapatan Negara itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang disebut dengan khiyar(Opsional)?
2.      Ada berapa pembagian khiyar(Opsional)?
3.      Apa hikmah dari khiyar(Opsional)?
4.      Pembagian sumber-sumber pendapatan negara dalam Islam secara garis besar
5.      Macam-macam sumber pendapatan Negara Islam
6.      Definisi masing-masing sumber pendapatan tersebut.












3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KHIYAR
1.   Pengertian Khiyar
Khiyar Menurut bahasa yaitu memilih, menyisihkan dan menyaring. Sedangkan secara umum khiyar artinya menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi. Sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih khiyar adalah hak memilih antar dua hal yang disukainya, meneruskan atau membatalkan jual beli selama kedua belah pihak masih ada ditempat akad dan masih dalam masa pertimbangan.
Sedangkan menurut al-ustadz Aceng Zakaria dalam bukunya Etika Bisnis Dalam Islam, Beliau mendefinisikan bahwa yang disebut khiyar adalah mengambil pilihan untuk jadi atau membatalkan jual beli setelah terjadi Ijab Qabul.
Kadang orang terburu-buru untuk melakukan Ijab Qabul dan setelah Ijab Qabul kadang baru terpikir bahwa yang lebih maslahat, lebih baik membatalkan jual beli karena ada pertimbangan-pertimbangan lain.
2.     Pembagian Khiyar
Menurut Prof. Dr. Rachmat Syafe’i, M.A dalam bukunya Fiqih Muamalah menyatakan bahwa Jumlah khiyar sangat banyak dan diantara para ulama telah terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17.
Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taamul (melihat, meneliti) yakni khiyar secara mutlak, dan khiyar naqish (kurang) yakni apabila tedapat kekurangan atau a’ib barang yang dijual (khiyar al-hukmy). Ulam Malikiyah berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal.





 
1http://Arti%KHIYAR/Fiqih%20khiyar.htm#
2Etika Bisnis Dalam Islam, hal. 60

4
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar terbagi dua, pertama khiyar at-tasyahi adalah khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi
sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua adalah khiyar naqishah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya penggantian. Adapun khiyar yang didasarka pada syara’ menurut ulama Syafi’iyah ada 16 dan menurut ulama Hanabilah jumlah khiyar ada 8 macam.
1)      Khiyar Syarat
a.      Arti khiyar syarat
Yaitu mengadakan khiyar dengan mengambil batas waktu satu, dua atau tiga hari atau mungkin lebih sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Maka jika telah habis waktunya maka gugurlah dan jual belinya dianggap positif, tidak bisa dibatalkan lagi. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW;
عن ابن عمر ان النبي صلى الله عليه وسلم قال:كل بيعين لا بيع بينهما حت يتفرقا الابيع الخيار.
Dari Ibnu ‘Umar, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “setiap penjual dan pembeli tidak ada jual beli di antara mereka sampai keduanya berpisah kecuali khiyar.”
Hadits ini menunjukkan selama belum berpisah keduanya, maka masih bisa membatalkan jual belinya, kecuali jika ada khiyar, termasuk waktu tertentu yang disepakati kedua belah pihak.
b.      Khiyar masyru’ (disyari’atkan) dan khiyar rusak
1.      Khiyar masyru’
Yaitu khiyar yang ditetapkan batasan waktunya. Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW. tentang riwayat Hibban Ibn Munqid yang menipu dalam jual-beli, kemudian perbuatannya itu dilaporkan kepada Rasulullah SAW ., lalu beliau bersabda:




 
3Fiqih Muamalah, hal 104
4Etika Bisnis Dalam Islam, hal 62
                                                5
Artinya: “jika kamu bertransaksi (jual-beli), katakanlah, tidak ada penipuan dan saya khiyar selama tiga hari” (HR. Muslim)
2.      Khiyar rusak
Menurut pendapat paling masyhur dikalangan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, khiyar yang tidak jelas batasan waktunya adalah tidak sah, seperti pernyataan “saya beli barang ini dengan syarat saya khiyar selamanya.” Perbuatan ini mengandung unsur jahalah (ketidakjelasan).
c.       Batasan khiyar masyru’
Ulama Hanafiyah, Jafar, dan Syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar dibolehkan dengan waktu yang ditentukan selagi tidak lebih dari tiga hari. Golongan ini selain beralasan dengan hadits dari Munqid di atas, juga mendasarkan pada hadits dari Ibn Umar tentang pernyataan Anas:
Artinya: “Seseorang laki-laki membeli seekor unta dari laki-laki lainnya, dan ia mensyaratkan khiyar selama empat hari. Rasulullah SAW. Membatalkan jual-beli tersebut dan bersabda, “khiyar adalah tiga hari.” (HR. Abdurrazaq)
d.      Cara menggunakan khiyar
Dimaklumi bahwa akad atau  jual-beli yang di dalamnya terdapat khiyar adalah akad yang tidak lazim. Dengan demikian, akad tersebut akan menjadi lazim jika khiyar tersebut gugur.
Cara menggugurkan khiyar tersebut ada tiga:
a.       Pengguguran jelas (sharih)
Pengguguran sharih adalah pengguguran oleh orang yang berkhiyar seperti menyatakan, “saya batalkan khiyar dan saya ridha.” Dengan demikian, akad menjadi lazim (shahih). Sebaliknya, akad gugur dengan pernyataan “saya batalkan atau saya gugurkan akad ini.”
b.      Pengguguran dengan dilalah
Pengguguran dengan dilalah adalah adanya tasharruf (beraktifitas dengan barang tersebut) dari pelaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual-beli tersebut jadi dilakukan, seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain, atau sebaliknya, pembeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual.
6
Pembeli menyerahkan kembali barang kepada penjual menunjukkan bahwa ia membatalkan jual-beli atau akad.
c.       Pengguguran khiyar dengan adanya kemadaratan
Pengguguran khiyar dengan adanya kemadaratan terdapat dalam beberapa keadaan, antara lain berikut ini:
a)      Habis waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis habis waktu yang telah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan dari yang khiyar. Dengan demikian, akad menjadi lazim.
b)      Kematian orang yang memberikan syarat
Jika orang yang memberikan syarat meninggal dunia, khiyar menjadi gugur, baik yang meninggal itu sebagai pembeli maupun penjual, lalu akadpun menjadi lazim, sebab tidak mungkin membatalkannya.
c)      Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
Khiyar gugur dengan adanya perkara-perkara yang semakna dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain. Dengan demikian, jika akal seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, atau hal lainnya, akad menjadi lazim.
d)     Barang rusak ketika masih khiyar
Tentang rusaknya barang dalam rentang waktu khiyar terdapat beberapa masalah, apakah rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli atau masih dipegang penjual, dan lain-lain, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:
·         Jika barang masih di tangan penjual, batallah jual-beli dan khiyarpun gugur.
·         Jika barang sudah pada di tangan pembeli, jual-beli batal jika khiyar berasal dari penjual, tetapi pembeli harus menggantinya.
·         Jika barang sudah ada di pembeli dan khiyar berasal dari pembeli, jual-beli menjadi lazim dan khiyarpun gugur.
·         Ulama Syfi’iyah seperti halnya ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jika barang rusak dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli pun batal.


7
e)      Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini ada beberapa penjelasan:
·                 1.Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli pun gagal. Akan tetapi, jika cacat karena perbuatan pembeli atau orang lain, khiyar tidak gugur, tetapi pembeli berhak khiyar dan bertanggung jawab atas kerusakannya. Begitu juga jika orang lain yang merusaknya, ia bertanggung jawab atas kerusakannya.
·                 2.Jika khiyar berasal dari pembeli dan cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli tidak gugur, sebab barang berada pada tanggung jawab pembeli.

e.       Hukum akad pada masa khiyar
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak terjadi akad pada jual-beli yang mengandung khiyar, tetapi ditunggu sampai gugurnya khiyar.
Adapun menurut ulama Malikiyah dalam riwayat Ahmad, barang yang ada pada masa khiyar masih milik penjual, sampai gugurnya khiyar, sedangkan pembeli belum memiliki hak sempurna terhadap barang.
Ulama Syafi’iyah berpendapat, jika khiyar syarat berasal dari pembeli, barang menjadi milik pembeli. Sebaliknya, jika khiyar berasal dari penjual, barang menjadi hak penjual. Jika khiyar syarat berasal dari penjual dan pembeli, ditunggu sampai jelas (gugurnya khiyar).
Adapun menurut ulama Hanabilah, dari siapapun khiyar berasal, barang tesebut menjadi milik pembeli. Jual-beli dengan khiyar, sama seperti jual-beli lainnya, yakni menjadikan pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual. Mereka mendasarkan pada hadits Nabi SAW. dari Iibn Umar:
Artinya :“barang siapa yang menjual hamba yang memiliki harta, maka harta tersebut milik penjual, kecuali pembeli memberikan syarat.”
Pada hadits tersebut, Rasulullah SAW. menetapkan bahwa harta menjadi milik pembeli dengan adanya syarat.


8
f.        Cara membatalkan atau menjadikan akad
Membatalkan atau menjadikan akad dapat terjadi dengan adanya kemadaratan atau adanya maksud (niat) dan khiyar (pilihan).
Pembatalan dengan adanya kemadaratan telah dibahas di atas, yakni bisa dengan habisnya waktu, rusaknya barang dan lain-lain.
2)      Khiyar Majlis
Khiyar majlis yaitu memilih antara jadi dan tidak selama masih dalam satu majlis, sebagaimana dalam hadits dinyatakan:
Artinya: “si penjual dan pembeli boleh mengambil khiyar selama keduanya belum berpisah.”
Maksudnya, jika sudah berpisah maka tidak ada khiyar, sedangkan ukuran majlisnya itu relatif, bisa kecil seperti keluar dari rumah, bisa lebih besar seperti keluar dari toko atau mall. Dalam hak ini bisa dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan) atau kewajaran yang dianggap sudah berpisah.
Masa habisnya khiyar apabila:
1.      Keduanya memilih akan meneruskan akad. Jika salah seorang dari keduanya memilih akan meneruskan akad, habislah khiyar dari pihaknya, tetapi hak yang lain masih tetap.
2.      Keduanya terpisah dari tempat jual-beli. Arti berpisah ialah menurut kebiasaan, apabila kebiasaan telah menghukum bahwa keadaan keduanya sudah berpisah, tetaplah jual-beli antara keduanya. Kalau keadaan mengatakan belum berpisah, masih terbukalah pintu khiyar antara keduanya. Kalau keduanya berselisih, umpamanya seorang mengatakan sudah berpisah, sedangkan yang lain mengatakan belum, yang mengatakan belum hendaklah dibenarkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum berpisah





 
5Fiqih Muamalah, hal.112
6Fiqih Islam, hal 286
7Ibid, hal 286
9
3)      Khiyar A’ib (Cacat)
1.      Arti khiyar a’ib
Khiyar a’ib yaitu membuat khiyar karena terdapat a’ib atau cacat dalam barang yang diperjualbelikan. Seseorang hendaklah menjual barangnya dengan transparan, jika mulus katakanlah mulus dan jika cacat katakanlah cacat. Tidak boleh (haram) menyembunyikan cacat pada barang yang dijual, sebagaimana sabda Nabi SAW:
Nabi SAW bersabda: Artinya: “tidak halal seorang muslim menjual barang kepada saudaranya yang muslim yang terdapat cacat kecuali ia harus menjelaskannya.” (H.R Ahmad)
Dengan demikian, bila seseorang membeli barang yang ternyata ada cacatnya, maka ia boleh mengembalikannya lagi. Tetapi jika pembeli membeli sesuatu dan ia sudah mengetahui cacatnya sejak awal dan ia setuju untuk membelinya, maka sah jual-belinya dan jika terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli tentang cacat dalam barang tersebut setelah berpisah, maka ucapan yang kuat adalah ucapan si penjual, karena ada Qaidah (penjelasan):
Artinya : “asalnya adalah tidak ada.”
Yaitu tidak ada cacat. Oleh karenanya tidak ada khiyar kecuali jika si penjual menyetujuinya. Tetapi jika sejak awal sudah dibuat perjanjian, dimana barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan lagi dan si pembeli menyetujuinya, maka dalam hal ini tentu saja tidak ada khiyar, seperti membeli obat ke apotek yang telah ditentukan sejak awal tidak boleh dikembalikan lagi.
2.      ‘Aib mengharuskan khiyar
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa ‘aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang menunjukkan adanya kekurangan dari aslinya, misalnya berkurang nilainya menurut adat, baik berkurang sedikit atau banyak.




 
8Etika bisnis dalam islam, hal 62
10
Menurut ulama Syafi’iyah adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud atau tidak adanya barang yang dimaksud, seperti sempitnya sepatu, potongnya tanduk binatang yang akan dijadikan kurban.
3.      Syarat tetapnya khiyar
Disyaratkan untuk tepatnya khiyar ‘aib setelah diadakan penelitian yang menunjukkan:
1)      Adanya ‘aib setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni ‘aib tersebut telah lama ada. Jika adanya setelah penyerahan atau ketika berada di tangan pembeli, ‘aib tersebut tidak tetep.
2)      Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika menerima barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahui adanya cacat setelah menerima barang, tidak ada khiyar sebab ia dianggap telah ridha.
3)      Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkannya, tidak ada khiyar. Jika pembeli membebaskannya, gugurlah hak dirinya.
4.      Waktu khiyar ‘aib
Khiyar ‘aib tetap ada sejak munculnya cacat walaupun akad telah berlangsung cukup lama. Mengenai membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat, baik secara langsung atau ditangguhkan, terdapat dua pendapat.
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat adalah ditangguhkan, yakni tidak disyaratkan secara langsung.
Adapun ulama Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa pembatalan akad harus dilakukan sewaktu diketahuinya cacat, yakni secara langsung menurut adat, tidak boleh ditangguhkan.




 
9Fiqih muamalah, hal 117
11
5.      Cara pengembalian akad
Apabila barang berada di tangan pemilik pertama, yakni belum diserahkan kepada pembeli, akad dianggap telah dikembalikan (dibatalkan), dengan ucapan, “Saya kembalikan.” Dalam hal ini tidak memerlukan seorang hakim, tidak pula membutuhkan keridaan.
6.      Hukum akad dalam khiyar ‘aib
Hak pemilik barang khiyar yang masih memungkinkan adanya ‘aib berada di tangan pada pembeli sebab jika tidak terdapat kecacatan, barang tersebut adalah milik pembeli secara lazim.
Dampak dari khiyar ‘aib adalah menjadikan akad tidak lazim bagi yang berhak khiyar, baik rela atas cacat tersebut sehingga batal khiyar dan akad menjadi lazim, atau mengembalikan barang kepada pemiliknya sehingga akad batal.
7.      Perkara yang menghalangi untuk mengembalikan barang ma’qud ‘alaih (barang) yang cacat tidak boleh dikembalikan dan akad menjadi lazim dengan adanya sebab-sebab berikut:
1)      Rida setelah mengetahui adanya cacat, baik secara jelas diucapkan atau adanya petunjuk, seperti menggunakan barangnya (ber-tasharruf) yang menunjukkan atas keridaan barang yang cacat, seperti memakannya, menghadiahkannya, dan lain-lain.
2)      Menggugurkan khiyar, baik secara jelas, serperti berkata, “saya gugurkan khiyar” atau adanya petunjuk, seperti membebaskan adanya cacat pada ma’qud alaih (barang).
3)      Barang rusak karena perbuatan pembeli atau berubah dari bentuk aslinya.
4)      Adanya tambahan pada barang yang bersatu dengan barang tersebut dan bukan berasal dari aslinya atau tambahan yang terpisah dari barang, tetapai berasal dari aslinya, seperti munculnya buah atau lahirnya anak.



12
8.      Mewariskan Khiyar ’Aib
Ulama fiqih sepakat bahwa khiyar ‘aib dan khiyar ta’yin diwariskan sebab berhubungan dengan barang. Dengan demikian, jika yang memiliki hak khiyar ‘aib itu meninggal, ahli warisnya memiliki hak untuk meneruskan khiyar sebab ahli waris memiliki hak menerima barang yang selamat dari cacat.
3.    Hikmah Khiyar
Diantara hikmah khiyar adalah:
1.      Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung memenuhi prinsip–prinsip islam, yaitu suka sama suka antar sesama pembeli dan penjual.
2.      Pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
3.      Terhindar dari unsur- unsur penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual, karena tidak adanya kehati-hatian.
4.      Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.
5.      Menghindari rasa permusuhan.
6.      Mendidik kepada para pedangang agar selalu bersikap jujur















 

13
B. PENDAPATAN NEGARA

1.         Pengertian Pendapatan Negara
Pendapatan Negara dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun) atau dapat diartikan pula bahwa pendapatan Negara adalah jumlah penghasilan yang diterima pemilik faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya dalam proses produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
Dalam suatu Negara Islam, terdapat sejumlah alternative sumber penerimaan Negara yang dapat di ambil. Salah satu sumber penerimaan Negara yang utama adalah zakat. Namun, dalam pengalokasiannya dana zAkat hanya terbatas digunakan untuk delapan asnaf seperti yang ditentukan oleh firman Allah dalam surah At-Taubat:60. Sedangkan untuk pembiayaan pengeluaran Negara lainnya dapat dipenuhi dari sumber-sumber penerimaan negara dari non-zakat. Sumber-sumber penerimaan dari non-zakat tersebut diantaranya adalah kharaj, jizyah, fay, khums dan lain-lain.
2.         Garis Besar Pendapat Negara Dalam  Islam

            Secara garis besar pendapat Negara dalam  Islam ialah :
1).      Ghanimah, khums, Kharaj, Fai, Jizyah, usyr dan tebusan tawanan perang.    
Jenis pendapatan ini muncul dalam konteks Daulah Khilafah Islamiyah sebagai dampak dari politik luar negeri (jihad) yang dilakukan oleh kaum Muslim. Ketika Daulah Khilafah Islamiyah tegak, tidak sedikit jumlah pemasukan negara yang berasal dari pos ini.


 
12http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
14
a.       Ghanimah dan khums
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima. Al-Qur'an telah mengatur hal ini secara jelas,
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqtƒ Èb$s%öàÿø9$# tPöqtƒ s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃Ïs% ÇÍÊÈ  
Artinya :"Katakanlah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kamu turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari bertemunya dua pasukan dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.".(Q.S. Al-Anfal, ayat 41).
Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi negara Islam waktu itu, karena masa itu sering terjadi perang suci. Perintah persoalan ghanimah turun setelah Perang Badar, pada tahun kedua setelah Hijrah ke Madinah.
Ghanimah merupakan pendapatan negara yang didapat dari kemenangan perang. Penggunaan uang yang berasal dari ghanimah ini, ada ketentuannya dalam Al-Qur'an. Distribusi ghanimah empat perlimanya diberikan kepada para prajurit yang bertempur (mujahidin), sementara seperlimanya adalah khums. jadi, Khums adalah satu seperlima bagian dari pendapatan (ghanimah) akibat dari ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian pos penerimaan ini dapat digunakan negara untuk program pembangunannya.
13Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, hal. 119
15
b.      Kharaj
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak bumi/tanah adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak beriman.
Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat. Jika tanah yang diolah dan kebun buah-buahan yang dimiliki non-Muslim jatuh ke tangan orang Islam akibat kalah perang, aset tersebut menjadi bagian kekayaan publik umat. Karena itu, siapapun yang ingin mengolah lahan tersebut harus membayar sewa. Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj. Jika orang non muslim yang mempunyai perjanjian damai dan tanah tetap sebagai miliknya maka membayar kharaj sebagai pajak bukan sewa. Jika tanah tersebut jatuh menjadi milik orang muslim, maka kharajnya sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.
c.       Fay
Menurut ajaran Islam, bagi orang-orang yang tidak beriman dan mereka takluk tanpa melalui peperangan maka pasukan akan mendapatkan harta rampasan yang disebut dengan fa'i.
Fai' merupakan penerimaan dari negara Islam dan sumber pembiayaan negara, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya (Q.S. Al-Hasyr Ayat 6-7)
!$tBur uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu öNåk÷]ÏB !$yJsù óOçFøÿy_÷rr& Ïmøn=tã ô`ÏB 9@øyz Ÿwur 7U%x.Í £`Å3»s9ur ©!$# äÝÏk=|¡ç ¼ã&s#ßâ 4n?tã `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ֍ƒÏs% ÇÏÈ

16
  !$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Artinya : Dan apa saja harta rampasan (fai') yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya (dari harta benda mereka), maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengarahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor untapun, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ayat 6)
      Apa saja harta rampasan (fai') yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang ada dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.(Ayat 7)
Dari dua ayat tersebut jelas, bahwa penggunaan fai' diatur oleh Rasulullah SAW, sebagai harta negara dan dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum, seperti fungsi kelima dari penggunaan ghanimah. Alokasi dari pembagiannya berbeda-beda dari satu kepala pemerintah kepada yang lainnya, tergantung pada kebijaksanaan masing-masing kepala Negara dan lembaga musyawarah yang dipimpinnya.


 
14Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, hal. 123
17
d.      Jizyah
Jizyah adalah penerimaan negara yang dibayarkan oleh warga non-Muslim khususnya Ahli Kitab untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, dan bebas dari kewajiban militer. Pada masa Rasulullah SAW besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk orang dewasa kaum laki-laki yang mampu membayarnya.
Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang lanjut usia, orang gila, dan orang yang menderita sakit dibebaskan dari kewajiban ini. Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa.
Kelompok non-Muslim yang pertama kali yang setuju membayar jizyah kepada Rasulullah SAW adalah kaum Kristen Najran. Jumlah jizyah sama dengan jumlah minimum zakat yang dibayarkan oleh muslim.
e.       Usyr
‘Usyr yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingakt bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat perdagangan regional terbesar.
f.       Tebusan tawanan perang
Misalnya pada perang Badar, kaum musyrik yang tertawan besar tebusan rata-rata 400 dirham untuk setiap tawanan. Tawanan yang miskin dan tidak bisa membayar jumlah tersebut diminta untuk mengajar membaca sepuluh orang anak muslim.


15http://www.alimmahdi.com/
16http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
18
2).      Pendapatan dari Zakat, Infaq, Wakaf, Sedekah, dan sebagainya.
Kelompok ini adalah mekanisme distribusi harta atau kekayaan yang sifatnya non-ekonomi.
a.       Zakat dan infaq
Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib di antaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-lain. Infak sunnah di antara nya, infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dan lain-lain.
Zakat adalah pembayaran bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan oleh negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus, terutama berbagai corak jaminan sosial.
Pengeluaran pemerintah yang bersifat rutin tidak dipenuhi dengan zakat ini. Zakat dikenakan terhadap semua jenis harta termasuk juga tabungan-tabungan yang senantiasa bertambah selama setahun, yang (jika dihitung) sejak awal tahun melebihi batas minimum yang wajib dizakati (nishab).
Rasulullah Saw menetapkan jenis-jenis harta yang dikenakan zakat, tarif zakat, pengelolaan dan pendistribusiannya. Jenis-jenis harta yang dikenakan zakat terkait dengan sumber-sumber mata pencarian masyarakat waktu itu seperti dari sektor peternakan (unta, kambing), pertanian (gandum, buah, dan biji-bijian), harta perniagaan, barang tambang, mata uang (emas dan perak), dan harta temuan (rikaz). Dan masing-masing jenis harta tersebut dikeluarkan tarif yang berbeda.
Zakat merupakan sumber penerimaan negara terbesar pada awal sejarah Islam, dibandingkan dengan sumber penerimaan negara yang lain misalnya ghanima, jizya, kharaj- zakat menempati urutan pertama. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian berkembang pedapat yang mengatakan bahwa dalam masa modern ini zakat dapat dijadikan tulang punggung Ekonomi Islam.
19
b.      Wakaf
Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah, yang nilainya lebih dominan pada ibadah social.
c.       Sedekah
Shadaqah dapat kita maknai dengan segala bentuk/macam kebaikan yang dilakukan oleh seseorang karena membenarkan adanya pahala/balasan dari Allah SWT. Shadaqah dapat berbentuk harta seperti zakat atau infaq, tetapi dapat pula sesuatu hal yang tidak berbentuk harta. Misalnya seperti senyum, membantu kesulitan orang lain, menyingkirkan rintangan di jalan, dan berbagai macam kebaikan lainnya.

3).        Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.
Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum
Benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a.   Fasilitas umum. Fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum; jika tidak ada dalam suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketa-an. Contoh: air, padang rumput, api (energi), dan lain-lain.
b.   Barang tambang dalam jumlah sangat besar. Barang tambang dalam jumlah sangat besar termasuk milik umum dan haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga, dan lain-lain.
c.   Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu. Ini meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan sebagainya.
17http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
18M Amin Suma, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, hal. 105
19Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004. Hal. 122.
20http://thetruthislamicreligion.wordpress.com

20
4).        Dari Harta Milik Negara dan BUMN

Dari Harta Milik Negara dan BUMN.
Jenis pendapatan kedua adalah pemanfaatan harta milik negara dan BUMN. Harta milik negara adalah harta yang bukan milik individu tetapi juga bukan milik umum. Contoh: gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan pemerintah, serta aktiva tetap lainnya. Adapun BUMN bisa merupakan harta milik umum kalau produk/bahan bakunya merupakan milik umum seperti hasil tambang, hasil hutan, emas, dan lain-lain; bisa juga badan usaha yang produknya bukan merupakan milik umum seperti Telkom dan Indosat
5).        Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)
Yang masuk dalam kelompok ini adalah pajak, harta ilegal para penguasa dan pejabat, serta harta denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara terhadap aturan negara.
Berdasarkan uraian di atas, Negara Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam membiayai kegiatannya, termasuk kegiatan pembangunan. Cara-cara tersebut sangat berbeda dengan cara-cara negara kapitalis. Dalam negara kapitalis, sumber utama pemasukan negara dibebankan kepada rakyat dengan jalan menarik pajak. Jika ini tidak memadai, negara dapat mencari dana dari luar melalui utang luar negeri. Sebaliknya, Negara Islam justru terlebih dulu mengandalkan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak membebani masyarakat. Pajak ditarik bersifat temporer dan semata-mata untuk menutupi kekurangan saja. Mengutang ke luar negeri tampaknya tidak akan dilakukan oleh Negara Islam karena banyaknya bahaya yang akan didapat dari utang luar negeri.







 
21http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
21

BAB III
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Khiyar adalah memilih antara dua alternatif, meneruskan untuk jual beli atau mengurungkannya. Hak untuk memilih antara kedua kemungkinan tersebut sepanjang masing-masing pihak dalam mempertimbangkan.
2.      Khiyar dapat dibagi menjadi tiga:
1)      Khiyar Syarat
2)      Khiyar Majlis
3)      Khiyar ‘Aib
3.      Diantara hikmah khiyar adalah:
a.       Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung memenuhi prinsip–prinsip islam, yaitu suka sama suka antar sesama pembeli dan penjual.
b.      Pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
c.       Terhindar dari unsur- unsur penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual, karena tidak adanya kehati-hatian.
d.      Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.
e.       Menghindari rasa permusuhan.
f.       Mendidik kepada para pedangang agar selalu bersikap jujur.
4.      Analisis materi khiyar di pondok pesantren ini, kami mengambil acuan pada pesantren di salah satu yayasan milik Ormas Muhammadiyah, atau lebih khususnya di MTs. Muhamamadiyah Bayubud.
5.         Pendapatan Negara adalah jumlah penghasilan yang diterima pemilik faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya dalam proses produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
22
6.         Secara garis besar sumber-sumber pendapat negara dalam  Islam ialah:
1.      Ghanimah, khums, Kharaj, Fai, Jizyah, usyr dan tebusan tawanan perang
2.      Pendapatan dari Zakat, Infaq, Wakaf, Sedekah, dan sebagainya.
3.      Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.
4.      Dari Harta Milik Negara dan BUMN
5.      Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)































23



DAFTAR PUSTAKA

1. Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. PUSTAKA SETIA. Bandung.
2. Zakaria, Aceng. 2012. Etika Bisnis. Ibnazka press. Garut.
3. Rasjid, Sulaiman. 2006. Fiqih Islam. SINAR BARU ALGENSINDO. Bandung.
4. Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, 2009.
5. Suma, Amin, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, 2007.
6. Azizy, Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004.                                                                       
7.
http://www.alimmahdi.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar