OPTIONAL ( KHIYAR) &
PENDAPATAN NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
kehidupan manusia, kebutuhan yang diperlukan tidak cukup hanya keperluan rohani
saja. Manusia juga membutukkan keperluan jasmani, seperti makan, minum,
pakaian, tempat tinggal, dan yang lainnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan
jasmaninya dia harus berhubungan dengan sesama dan alam sekitarnya. Inilah yang
disebut dengan muamalah.
Untuk
menghindari kesewenang-wenangan dalam bermuam’alah, agama mengatur
sebaik-baiknya masalah ini. Maka dari sinilah telah jelas bahwa Islam itu tidak
hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga hubungan manusia dengan
sesama manusia lagi. Disamping diwajibkan mengabdikan dirinya kepada Tuhan,
manusia juga diwajibkan untuk mencari keperluan hidupnya.
Firman
Allah Ta’alaa:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Artinya: “Dan carilah
pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bagian dari duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan”.(Q.S. Al-Qashash: 77)
Dalam
ayat tersebut ditegaskan bahwa kita harus berbuat baik terhadap sesama,
tolong-menolong, bantu-membantu dalam kesempitan dan kesukaran. Dan salah satu
cara muamalah supaya tidak terjadi salah kekeliruan antara penjual dan pembeli,
maka diperlukan adanya khiyar (pilihan). Oleh karena sebab itu, maka di
dalam makalah ini kami mengambil judul “Khiyar”.
1
2
Dalam
suatu negara tentu saja membutuhkan suatu penerimaan pendapatan ke dalam
kasnya. Hal ini untuk kesejahteraan negara itu sendiri. Selama ini yang kita
kenal sumber penerimaan negara diantaranya adalah pajak. Di Negara-negara kaum
kapitalis pendapatan dibebankan pada rakyatnya, yang terkadang sering mencekik
warganya. Bahkan Negara jika tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka mereka
melakukan pinjaman dari luar negeri.
Dalam
dunia Islam, Negara memiliki sumber-sumber pendapatannya tidak dibebankan pada
masyarakat sepenuhnya. Negara mengandalkan sumber daya alam dan potensi lainnya
untuk mendapatkan pemasukan. Disinilah kita akan membahas dari mana saja
sumber-sumber pendapatan Negara itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan khiyar(Opsional)?
2. Ada berapa pembagian khiyar(Opsional)?
3. Apa hikmah dari khiyar(Opsional)?
4. Pembagian
sumber-sumber pendapatan negara dalam Islam secara garis besar
5. Macam-macam
sumber pendapatan Negara Islam
6. Definisi masing-masing sumber pendapatan tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KHIYAR
1. Pengertian Khiyar
Khiyar Menurut bahasa
yaitu memilih, menyisihkan dan menyaring. Sedangkan secara umum khiyar artinya
menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.
Sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih khiyar adalah hak memilih antar dua
hal yang disukainya, meneruskan atau membatalkan jual beli selama kedua belah
pihak masih ada ditempat akad dan masih dalam masa pertimbangan.
Sedangkan menurut
al-ustadz Aceng Zakaria dalam bukunya Etika Bisnis Dalam Islam, Beliau
mendefinisikan bahwa yang disebut khiyar adalah mengambil pilihan untuk jadi
atau membatalkan jual beli setelah terjadi Ijab Qabul.
Kadang orang terburu-buru
untuk melakukan Ijab Qabul dan setelah Ijab Qabul kadang baru terpikir bahwa
yang lebih maslahat, lebih baik membatalkan jual beli karena ada
pertimbangan-pertimbangan lain.
2. Pembagian Khiyar
Menurut Prof. Dr. Rachmat
Syafe’i, M.A dalam bukunya Fiqih Muamalah menyatakan bahwa Jumlah khiyar
sangat banyak dan diantara para ulama telah terjadi perbedaan pendapat. Menurut
ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17.
Ulama Malikiyah membagi
khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar al-taamul (melihat, meneliti)
yakni khiyar secara mutlak, dan khiyar naqish (kurang) yakni apabila
tedapat kekurangan atau a’ib barang yang dijual (khiyar al-hukmy). Ulam
Malikiyah berpendapat bahwa khiyar majlis itu batal.
1http://Arti%KHIYAR/Fiqih%20khiyar.htm#
2Etika Bisnis Dalam Islam, hal. 60
4
Ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa khiyar terbagi dua, pertama khiyar at-tasyahi adalah
khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi
sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua adalah khiyar naqishah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya penggantian. Adapun khiyar yang didasarka pada syara’ menurut ulama Syafi’iyah ada 16 dan menurut ulama Hanabilah jumlah khiyar ada 8 macam.
sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua adalah khiyar naqishah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya penggantian. Adapun khiyar yang didasarka pada syara’ menurut ulama Syafi’iyah ada 16 dan menurut ulama Hanabilah jumlah khiyar ada 8 macam.
1) Khiyar Syarat
a. Arti khiyar syarat
Yaitu mengadakan khiyar
dengan mengambil batas waktu satu, dua atau tiga hari atau mungkin lebih sesuai
kesepakatan kedua belah pihak. Maka jika telah habis waktunya maka gugurlah dan
jual belinya dianggap positif, tidak bisa dibatalkan lagi. Hal ini berdasarkan
hadits Nabi SAW;
عن ابن عمر ان النبي صلى الله عليه وسلم قال:كل
بيعين لا بيع بينهما حت يتفرقا الابيع الخيار.
Dari Ibnu ‘Umar,
sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “setiap penjual dan pembeli tidak ada jual beli
di antara mereka sampai keduanya berpisah kecuali khiyar.”
Hadits ini menunjukkan
selama belum berpisah keduanya, maka masih bisa membatalkan jual belinya,
kecuali jika ada khiyar, termasuk waktu tertentu yang disepakati kedua belah
pihak.
b. Khiyar masyru’ (disyari’atkan) dan khiyar
rusak
1. Khiyar masyru’
Yaitu khiyar yang
ditetapkan batasan waktunya. Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW.
tentang riwayat Hibban Ibn Munqid yang menipu dalam jual-beli, kemudian
perbuatannya itu dilaporkan kepada Rasulullah SAW ., lalu beliau bersabda:
3Fiqih Muamalah, hal 104
4Etika Bisnis Dalam Islam, hal 62
5
Artinya: “jika kamu bertransaksi
(jual-beli), katakanlah, tidak ada penipuan dan saya khiyar selama tiga hari”
(HR. Muslim)
2. Khiyar rusak
Menurut pendapat paling
masyhur dikalangan ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, khiyar yang
tidak jelas batasan waktunya adalah tidak sah, seperti pernyataan “saya beli
barang ini dengan syarat saya khiyar selamanya.” Perbuatan ini mengandung unsur
jahalah (ketidakjelasan).
c. Batasan khiyar masyru’
Ulama Hanafiyah, Jafar,
dan Syafi’iyah berpendapat bahwa khiyar dibolehkan dengan waktu yang ditentukan
selagi tidak lebih dari tiga hari. Golongan ini selain beralasan dengan hadits
dari Munqid di atas, juga mendasarkan pada hadits dari Ibn Umar tentang
pernyataan Anas:
Artinya: “Seseorang laki-laki
membeli seekor unta dari laki-laki lainnya, dan ia mensyaratkan khiyar selama
empat hari. Rasulullah SAW. Membatalkan jual-beli tersebut dan bersabda, “khiyar
adalah tiga hari.” (HR. Abdurrazaq)
d. Cara menggunakan khiyar
Dimaklumi bahwa akad
atau jual-beli yang di dalamnya terdapat
khiyar adalah akad yang tidak lazim. Dengan demikian, akad tersebut akan
menjadi lazim jika khiyar tersebut gugur.
Cara menggugurkan khiyar
tersebut ada tiga:
a. Pengguguran jelas (sharih)
Pengguguran sharih adalah
pengguguran oleh orang yang berkhiyar seperti menyatakan, “saya batalkan khiyar
dan saya ridha.” Dengan demikian, akad menjadi lazim (shahih). Sebaliknya, akad
gugur dengan pernyataan “saya batalkan atau saya gugurkan akad ini.”
b. Pengguguran dengan dilalah
Pengguguran dengan dilalah
adalah adanya tasharruf (beraktifitas dengan barang tersebut) dari
pelaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual-beli tersebut jadi dilakukan, seperti
pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain, atau sebaliknya,
pembeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual.
6
Pembeli menyerahkan kembali barang kepada penjual menunjukkan bahwa ia membatalkan
jual-beli atau akad.
c. Pengguguran khiyar dengan adanya kemadaratan
Pengguguran khiyar dengan
adanya kemadaratan terdapat dalam beberapa keadaan, antara lain berikut ini:
a) Habis waktu
Khiyar menjadi gugur
setelah habis habis waktu yang telah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan
dari yang khiyar. Dengan demikian, akad menjadi lazim.
b) Kematian orang yang memberikan syarat
Jika orang yang memberikan
syarat meninggal dunia, khiyar menjadi gugur, baik yang meninggal itu sebagai
pembeli maupun penjual, lalu akadpun menjadi lazim, sebab tidak mungkin
membatalkannya.
c) Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
Khiyar gugur dengan adanya
perkara-perkara yang semakna dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain.
Dengan demikian, jika akal seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, atau hal
lainnya, akad menjadi lazim.
d) Barang rusak ketika masih khiyar
Tentang rusaknya barang
dalam rentang waktu khiyar terdapat beberapa masalah, apakah rusaknya setelah
diserahkan kepada pembeli atau masih dipegang penjual, dan lain-lain,
sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:
·
Jika barang masih di tangan penjual, batallah jual-beli dan khiyarpun
gugur.
·
Jika barang sudah pada di tangan pembeli, jual-beli batal jika khiyar
berasal dari penjual, tetapi pembeli harus menggantinya.
·
Jika barang sudah ada di pembeli dan khiyar berasal dari pembeli, jual-beli
menjadi lazim dan khiyarpun gugur.
·
Ulama Syfi’iyah seperti halnya ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jika
barang rusak dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli pun batal.
7
e) Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini ada
beberapa penjelasan:
·
1.Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya,
khiyar gugur dan jual-beli pun gagal. Akan tetapi, jika cacat karena perbuatan
pembeli atau orang lain, khiyar tidak gugur, tetapi pembeli berhak khiyar dan
bertanggung jawab atas kerusakannya. Begitu juga jika orang lain yang
merusaknya, ia bertanggung jawab atas kerusakannya.
· 2.Jika khiyar berasal dari pembeli dan cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli
tidak gugur, sebab barang berada pada tanggung jawab pembeli.
e. Hukum akad pada masa khiyar
Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa tidak terjadi akad pada jual-beli yang mengandung khiyar,
tetapi ditunggu sampai gugurnya khiyar.
Adapun menurut ulama
Malikiyah dalam riwayat Ahmad, barang yang ada pada masa khiyar masih milik
penjual, sampai gugurnya khiyar, sedangkan pembeli belum memiliki hak sempurna
terhadap barang.
Ulama Syafi’iyah
berpendapat, jika khiyar syarat berasal dari pembeli, barang menjadi milik
pembeli. Sebaliknya, jika khiyar berasal dari penjual, barang menjadi hak penjual.
Jika khiyar syarat berasal dari penjual dan pembeli, ditunggu sampai jelas
(gugurnya khiyar).
Adapun menurut ulama
Hanabilah, dari siapapun khiyar berasal, barang tesebut menjadi milik pembeli.
Jual-beli dengan khiyar, sama seperti jual-beli lainnya, yakni menjadikan
pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual. Mereka mendasarkan
pada hadits Nabi SAW. dari Iibn Umar:
Artinya :“barang siapa yang menjual
hamba yang memiliki harta, maka harta tersebut milik penjual, kecuali pembeli
memberikan syarat.”
Pada hadits tersebut,
Rasulullah SAW. menetapkan bahwa harta menjadi milik pembeli dengan adanya
syarat.
8
f. Cara membatalkan atau menjadikan akad
Membatalkan atau
menjadikan akad dapat terjadi dengan adanya kemadaratan atau adanya maksud
(niat) dan khiyar (pilihan).
Pembatalan dengan adanya
kemadaratan telah dibahas di atas, yakni bisa dengan habisnya waktu, rusaknya
barang dan lain-lain.
2) Khiyar Majlis
Khiyar majlis yaitu
memilih antara jadi dan tidak selama masih dalam satu majlis, sebagaimana dalam
hadits dinyatakan:
Artinya: “si penjual
dan pembeli boleh mengambil khiyar selama keduanya belum berpisah.”
Maksudnya, jika sudah
berpisah maka tidak ada khiyar, sedangkan ukuran majlisnya itu relatif, bisa
kecil seperti keluar dari rumah, bisa lebih besar seperti keluar dari toko atau
mall. Dalam hak ini bisa dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan) atau
kewajaran yang dianggap sudah berpisah.
Masa habisnya khiyar
apabila:
1. Keduanya memilih akan meneruskan akad. Jika salah seorang dari keduanya
memilih akan meneruskan akad, habislah khiyar dari pihaknya, tetapi hak yang
lain masih tetap.
2. Keduanya terpisah dari tempat jual-beli. Arti berpisah ialah menurut
kebiasaan, apabila kebiasaan telah menghukum bahwa keadaan keduanya sudah
berpisah, tetaplah jual-beli antara keduanya. Kalau keadaan mengatakan belum
berpisah, masih terbukalah pintu khiyar antara keduanya. Kalau keduanya
berselisih, umpamanya seorang mengatakan sudah berpisah, sedangkan yang lain mengatakan
belum, yang mengatakan belum hendaklah dibenarkan dengan sumpahnya, karena yang
asal belum berpisah
5Fiqih Muamalah, hal.112
6Fiqih Islam, hal 286
7Ibid, hal 286
9
3) Khiyar A’ib (Cacat)
1. Arti khiyar a’ib
Khiyar a’ib yaitu membuat
khiyar karena terdapat a’ib atau cacat dalam barang yang diperjualbelikan.
Seseorang hendaklah menjual barangnya dengan transparan, jika mulus katakanlah
mulus dan jika cacat katakanlah cacat. Tidak boleh (haram) menyembunyikan cacat
pada barang yang dijual, sebagaimana sabda Nabi SAW:
Nabi SAW bersabda: Artinya: “tidak halal seorang muslim menjual barang kepada saudaranya yang muslim
yang terdapat cacat kecuali ia harus menjelaskannya.” (H.R Ahmad)
Dengan demikian, bila
seseorang membeli barang yang ternyata ada cacatnya, maka ia boleh
mengembalikannya lagi. Tetapi jika pembeli membeli sesuatu dan ia sudah
mengetahui cacatnya sejak awal dan ia setuju untuk membelinya, maka sah
jual-belinya dan jika terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli tentang
cacat dalam barang tersebut setelah berpisah, maka ucapan yang kuat adalah
ucapan si penjual, karena ada Qaidah (penjelasan):
Artinya : “asalnya
adalah tidak ada.”
Yaitu tidak ada cacat.
Oleh karenanya tidak ada khiyar kecuali jika si penjual menyetujuinya. Tetapi
jika sejak awal sudah dibuat perjanjian, dimana barang yang sudah dibeli tidak
boleh dikembalikan lagi dan si pembeli menyetujuinya, maka dalam hal ini tentu
saja tidak ada khiyar, seperti membeli obat ke apotek yang telah ditentukan
sejak awal tidak boleh dikembalikan lagi.
2. ‘Aib mengharuskan khiyar
Ulama Hanafiyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa ‘aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang
menunjukkan adanya kekurangan dari aslinya, misalnya berkurang nilainya menurut
adat, baik berkurang sedikit atau banyak.
8Etika bisnis dalam islam, hal 62
10
Menurut ulama Syafi’iyah
adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang
dimaksud atau tidak adanya barang yang dimaksud, seperti sempitnya sepatu,
potongnya tanduk binatang yang akan dijadikan kurban.
3. Syarat tetapnya khiyar
Disyaratkan untuk tepatnya
khiyar ‘aib setelah diadakan penelitian yang menunjukkan:
1) Adanya ‘aib setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni ‘aib tersebut telah
lama ada. Jika adanya setelah penyerahan atau ketika berada di tangan pembeli,
‘aib tersebut tidak tetep.
2) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika menerima
barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahui adanya cacat setelah menerima
barang, tidak ada khiyar sebab ia dianggap telah ridha.
3) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat.
Dengan demikian, jika penjual mensyaratkannya, tidak ada khiyar. Jika pembeli
membebaskannya, gugurlah hak dirinya.
4. Waktu khiyar ‘aib
Khiyar ‘aib tetap ada
sejak munculnya cacat walaupun akad telah berlangsung cukup lama. Mengenai
membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat, baik secara langsung atau
ditangguhkan, terdapat dua pendapat.
Ulama Hanafiyah dan
Hanabilah berpendapat bahwa membatalkan akad setelah diketahui adanya cacat
adalah ditangguhkan, yakni tidak disyaratkan secara langsung.
Adapun ulama Syafi’iyah
dan Malikiyah berpendapat bahwa pembatalan akad harus dilakukan sewaktu
diketahuinya cacat, yakni secara langsung menurut adat, tidak boleh
ditangguhkan.
9Fiqih muamalah, hal 117
11
5. Cara pengembalian akad
Apabila barang berada di
tangan pemilik pertama, yakni belum diserahkan kepada pembeli, akad dianggap
telah dikembalikan (dibatalkan), dengan ucapan, “Saya kembalikan.” Dalam hal
ini tidak memerlukan seorang hakim, tidak pula membutuhkan keridaan.
6. Hukum akad dalam khiyar ‘aib
Hak pemilik barang khiyar
yang masih memungkinkan adanya ‘aib berada di tangan pada pembeli sebab jika
tidak terdapat kecacatan, barang tersebut adalah milik pembeli secara lazim.
Dampak dari khiyar ‘aib
adalah menjadikan akad tidak lazim bagi yang berhak khiyar, baik rela atas
cacat tersebut sehingga batal khiyar dan akad menjadi lazim, atau mengembalikan
barang kepada pemiliknya sehingga akad batal.
7. Perkara yang menghalangi untuk mengembalikan barang ma’qud ‘alaih (barang) yang cacat tidak boleh dikembalikan dan akad menjadi lazim dengan
adanya sebab-sebab berikut:
1) Rida setelah mengetahui adanya cacat, baik secara jelas diucapkan atau adanya petunjuk, seperti menggunakan
barangnya (ber-tasharruf) yang menunjukkan atas keridaan barang yang
cacat, seperti memakannya, menghadiahkannya, dan lain-lain.
2) Menggugurkan khiyar, baik secara jelas,
serperti berkata, “saya gugurkan khiyar” atau adanya petunjuk, seperti
membebaskan adanya cacat pada ma’qud alaih (barang).
3) Barang rusak karena perbuatan pembeli atau berubah dari bentuk aslinya.
4) Adanya tambahan pada barang yang bersatu
dengan barang tersebut dan bukan berasal dari aslinya atau tambahan yang
terpisah dari barang, tetapai berasal dari aslinya, seperti munculnya buah atau
lahirnya anak.
12
8. Mewariskan Khiyar ’Aib
Ulama fiqih sepakat bahwa
khiyar ‘aib dan khiyar ta’yin diwariskan sebab berhubungan dengan barang.
Dengan demikian, jika yang memiliki hak khiyar ‘aib itu meninggal, ahli
warisnya memiliki hak untuk meneruskan khiyar sebab ahli waris memiliki hak
menerima barang yang selamat dari cacat.
3.
Hikmah Khiyar
Diantara hikmah khiyar adalah:
1.
Khiyar dapat membuat akad jual
beli berlangsung memenuhi prinsip–prinsip islam, yaitu suka sama suka antar
sesama pembeli dan penjual.
2.
Pembeli mendapatkan barang
dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
3.
Terhindar dari unsur- unsur
penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual, karena tidak adanya
kehati-hatian.
4.
Khiyar dapat memelihara hubungan
baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.
5.
Menghindari rasa permusuhan.
6.
Mendidik kepada para pedangang agar selalu bersikap jujur
13
B. PENDAPATAN NEGARA
1. Pengertian Pendapatan Negara
Pendapatan
Negara dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu
negara pada periode tertentu (biasanya satu tahun) atau dapat diartikan pula
bahwa pendapatan Negara adalah jumlah penghasilan yang diterima pemilik
faktor-faktor produksi sebagai balas jasa atas sumbangannya dalam proses
produksi dalam kurun waktu satu tahun (periode tertentu).
Dalam suatu Negara Islam, terdapat sejumlah
alternative sumber penerimaan Negara yang dapat di ambil. Salah satu sumber
penerimaan Negara yang utama adalah zakat. Namun, dalam pengalokasiannya dana
zAkat hanya terbatas digunakan untuk delapan asnaf seperti yang ditentukan oleh
firman Allah dalam surah At-Taubat:60. Sedangkan untuk pembiayaan pengeluaran
Negara lainnya dapat dipenuhi dari sumber-sumber penerimaan negara dari
non-zakat. Sumber-sumber penerimaan dari non-zakat tersebut diantaranya adalah
kharaj, jizyah, fay, khums dan lain-lain.
2. Garis Besar Pendapat Negara Dalam Islam
Secara garis besar pendapat Negara
dalam Islam ialah :
1). Ghanimah,
khums, Kharaj, Fai, Jizyah, usyr dan tebusan tawanan perang.
Jenis pendapatan ini muncul dalam konteks
Daulah Khilafah Islamiyah sebagai dampak dari politik luar negeri (jihad) yang
dilakukan oleh kaum Muslim. Ketika Daulah Khilafah Islamiyah tegak, tidak
sedikit jumlah pemasukan negara yang berasal dari pos ini.
12http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
14
a.
Ghanimah dan khums
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang
bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan
akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima. Al-Qur'an telah mengatur hal ini
secara jelas,
* (#þqßJn=÷æ$#ur $yJ¯Rr& NçGôJÏYxî `ÏiB &äóÓx« ¨br'sù ¬! ¼çm|¡çHè~ ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur ÇÆö/$#ur È@Î6¡¡9$# bÎ) óOçGYä. NçGYtB#uä «!$$Î/ !$tBur $uZø9tRr& 4n?tã $tRÏö6tã tPöqt Èb$s%öàÿø9$# tPöqt s)tGø9$# Èb$yèôJyfø9$# 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« íÏs% ÇÍÊÈ
Artinya :"Katakanlah sesungguhnya apa
saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kamu
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari bertemunya
dua pasukan dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.".(Q.S.
Al-Anfal, ayat 41).
Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi
negara Islam waktu itu, karena masa itu sering terjadi perang suci. Perintah
persoalan ghanimah turun setelah Perang Badar, pada tahun kedua setelah Hijrah
ke Madinah.
Ghanimah merupakan pendapatan negara yang
didapat dari kemenangan perang. Penggunaan uang yang berasal dari ghanimah ini,
ada ketentuannya dalam Al-Qur'an. Distribusi ghanimah empat perlimanya
diberikan kepada para prajurit yang bertempur (mujahidin), sementara
seperlimanya adalah khums. jadi, Khums adalah satu seperlima bagian dari
pendapatan (ghanimah) akibat dari ekspedisi militer yang dibenarkan oleh
syariah, dan kemudian pos penerimaan ini dapat digunakan negara untuk program
pembangunannya.
13Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Depok: Gramata Publishing, hal. 119
15
b.
Kharaj
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak
bumi/tanah adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama
ditaklukan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang
yang dibawah umur, seorang dewasa, seorang bebas, budak, muslim ataupun tidak
beriman.
Kharaj merujuk pada pendapatan yang diperoleh
dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat. Jika tanah yang
diolah dan kebun buah-buahan yang dimiliki non-Muslim jatuh ke tangan orang
Islam akibat kalah perang, aset tersebut menjadi bagian kekayaan publik umat.
Karena itu, siapapun yang ingin mengolah lahan tersebut harus membayar sewa.
Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj. Jika orang non
muslim yang mempunyai perjanjian damai dan tanah tetap sebagai miliknya maka
membayar kharaj sebagai pajak bukan sewa. Jika tanah tersebut jatuh menjadi
milik orang muslim, maka kharajnya sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.
c.
Fay
Menurut ajaran Islam, bagi orang-orang yang
tidak beriman dan mereka takluk tanpa melalui peperangan maka pasukan akan
mendapatkan harta rampasan yang disebut dengan fa'i.
Fai' merupakan penerimaan dari negara Islam dan
sumber pembiayaan negara, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya (Q.S.
Al-Hasyr Ayat 6-7)
!$tBur uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu öNåk÷]ÏB !$yJsù óOçFøÿy_÷rr& Ïmøn=tã ô`ÏB 9@øyz wur 7U%x.Í £`Å3»s9ur ©!$# äÝÏk=|¡ç ¼ã&s#ßâ 4n?tã `tB âä!$t±o 4 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs% ÇÏÈ
16
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya : Dan apa saja harta rampasan (fai')
yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya (dari harta benda mereka), maka untuk
mendapatkan itu kamu tidak mengarahkan seekor kudapun dan (tidak pula) seekor
untapun, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa saja
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ayat 6)
Apa saja harta rampasan (fai') yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka
adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang ada dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar
diantara orang-orang kaya saja diantara kamu apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya.(Ayat 7)
Dari dua ayat tersebut jelas, bahwa penggunaan
fai' diatur oleh Rasulullah SAW, sebagai harta negara dan dikeluarkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat umum, seperti fungsi kelima dari
penggunaan ghanimah. Alokasi dari pembagiannya berbeda-beda dari satu kepala
pemerintah kepada yang lainnya, tergantung pada kebijaksanaan masing-masing
kepala Negara dan lembaga musyawarah yang dipimpinnya.
14Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Depok: Gramata Publishing, hal. 123
17
d.
Jizyah
Jizyah adalah penerimaan negara yang dibayarkan
oleh warga non-Muslim khususnya Ahli Kitab untuk jaminan perlindungan jiwa,
properti, ibadah, dan bebas dari kewajiban militer. Pada masa Rasulullah SAW
besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk orang dewasa kaum laki-laki
yang mampu membayarnya.
Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang
lanjut usia, orang gila, dan orang yang menderita sakit dibebaskan dari
kewajiban ini. Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga
berupa barang atau jasa.
Kelompok non-Muslim yang pertama kali yang
setuju membayar jizyah kepada Rasulullah SAW adalah kaum Kristen Najran. Jumlah
jizyah sama dengan jumlah minimum zakat yang dibayarkan oleh muslim.
e.
Usyr
‘Usyr yaitu bea impor yang dikenakan kepada
semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap
barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingakt bea orang-orang yang
dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab
sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat perdagangan regional
terbesar.
f.
Tebusan tawanan perang
Misalnya pada perang Badar, kaum musyrik yang
tertawan besar tebusan rata-rata 400 dirham untuk setiap tawanan. Tawanan yang
miskin dan tidak bisa membayar jumlah tersebut diminta untuk mengajar membaca
sepuluh orang anak muslim.
15http://www.alimmahdi.com/
16http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
18
2). Pendapatan
dari Zakat, Infaq, Wakaf, Sedekah, dan sebagainya.
Kelompok ini adalah mekanisme distribusi harta atau kekayaan yang sifatnya non-ekonomi.
Kelompok ini adalah mekanisme distribusi harta atau kekayaan yang sifatnya non-ekonomi.
a.
Zakat dan infaq
Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup
zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib di
antaranya zakat, kafarat, nadzar, dan lain-lain. Infak sunnah di antara nya,
infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan,
dan lain-lain.
Zakat adalah pembayaran bercorak khusus yang
dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan oleh negara dan
dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus, terutama berbagai corak jaminan
sosial.
Pengeluaran pemerintah yang bersifat rutin
tidak dipenuhi dengan zakat ini. Zakat dikenakan terhadap semua jenis harta
termasuk juga tabungan-tabungan yang senantiasa bertambah selama setahun, yang
(jika dihitung) sejak awal tahun melebihi batas minimum yang wajib dizakati
(nishab).
Rasulullah Saw menetapkan jenis-jenis harta
yang dikenakan zakat, tarif zakat, pengelolaan dan pendistribusiannya.
Jenis-jenis harta yang dikenakan zakat terkait dengan sumber-sumber mata
pencarian masyarakat waktu itu seperti dari sektor peternakan (unta, kambing),
pertanian (gandum, buah, dan biji-bijian), harta perniagaan, barang tambang, mata
uang (emas dan perak), dan harta temuan (rikaz). Dan masing-masing jenis harta
tersebut dikeluarkan tarif yang berbeda.
Zakat merupakan sumber penerimaan negara
terbesar pada awal sejarah Islam, dibandingkan dengan sumber penerimaan negara
yang lain misalnya ghanima, jizya, kharaj- zakat menempati urutan pertama. Oleh
karena itu, tidak heran jika kemudian berkembang pedapat yang mengatakan bahwa
dalam masa modern ini zakat dapat dijadikan tulang punggung Ekonomi Islam.
19
b.
Wakaf
Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah, yang
nilainya lebih dominan pada ibadah social.
c.
Sedekah
Shadaqah dapat
kita maknai dengan segala bentuk/macam kebaikan yang dilakukan oleh seseorang
karena membenarkan adanya pahala/balasan dari Allah SWT. Shadaqah dapat
berbentuk harta seperti zakat atau infaq, tetapi dapat pula sesuatu hal yang
tidak berbentuk harta. Misalnya seperti senyum, membantu kesulitan orang lain,
menyingkirkan rintangan di jalan, dan berbagai macam kebaikan lainnya.
3). Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.
Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum
Benda-benda
yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a. Fasilitas umum. Fasilitas umum adalah apa
saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum; jika tidak ada
dalam suatu negeri atau suatu komunitas akan menyebabkan kesulitan dan dapat
menimbulkan persengketa-an. Contoh: air, padang rumput, api (energi), dan
lain-lain.
b. Barang tambang dalam jumlah sangat besar.
Barang tambang dalam jumlah sangat besar termasuk milik umum dan haram dimiliki
secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga, dan lain-lain.
c. Benda-benda
yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu. Ini
meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat, dan
sebagainya.
17http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
18M Amin Suma, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, hal. 105
19Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004. Hal. 122.
20http://thetruthislamicreligion.wordpress.com
18M Amin Suma, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, hal. 105
19Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004. Hal. 122.
20http://thetruthislamicreligion.wordpress.com
20
4). Dari Harta Milik Negara dan BUMN
Dari Harta Milik Negara dan BUMN.
Jenis
pendapatan kedua adalah pemanfaatan harta milik negara dan BUMN. Harta milik
negara adalah harta yang bukan milik individu tetapi juga bukan milik umum.
Contoh: gedung-gedung pemerintah, kendaraan-kendaraan pemerintah, serta aktiva
tetap lainnya. Adapun BUMN bisa merupakan harta milik umum kalau produk/bahan
bakunya merupakan milik umum seperti hasil tambang, hasil hutan, emas, dan
lain-lain; bisa juga badan usaha yang produknya bukan merupakan milik umum
seperti Telkom dan Indosat
5). Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)
Yang masuk
dalam kelompok ini adalah pajak, harta ilegal para penguasa dan pejabat, serta
harta denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara terhadap aturan
negara.
Berdasarkan
uraian di atas, Negara Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam membiayai
kegiatannya, termasuk kegiatan pembangunan. Cara-cara tersebut sangat berbeda
dengan cara-cara negara kapitalis. Dalam negara kapitalis, sumber utama
pemasukan negara dibebankan kepada rakyat dengan jalan menarik pajak. Jika ini
tidak memadai, negara dapat mencari dana dari luar melalui utang luar negeri.
Sebaliknya, Negara Islam justru terlebih dulu mengandalkan pengelolaan
sumberdaya alam yang tidak membebani masyarakat. Pajak ditarik bersifat temporer
dan semata-mata untuk menutupi kekurangan saja. Mengutang ke luar negeri
tampaknya tidak akan dilakukan oleh Negara Islam karena banyaknya bahaya yang
akan didapat dari utang luar negeri.
21http://thetruthislamicreligion.wordpress.com/
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Khiyar adalah memilih antara dua alternatif, meneruskan untuk jual beli
atau mengurungkannya. Hak untuk memilih antara kedua kemungkinan tersebut
sepanjang masing-masing pihak dalam mempertimbangkan.
2. Khiyar dapat dibagi menjadi tiga:
1) Khiyar Syarat
2) Khiyar Majlis
3) Khiyar ‘Aib
3.
Diantara hikmah khiyar adalah:
a.
Khiyar dapat membuat akad jual
beli berlangsung memenuhi prinsip–prinsip islam, yaitu suka sama suka antar
sesama pembeli dan penjual.
b.
Pembeli mendapatkan barang
dagangan yang baik atau benar-benar yang di sukainya.
c.
Terhindar dari unsur- unsur
penipuan baik dari pihak pembeli maupun penjual, karena tidak adanya
kehati-hatian.
d.
Khiyar dapat memelihara hubungan
baik dan terjalin cinta kasih antar sesama.
e.
Menghindari rasa permusuhan.
f.
Mendidik kepada para pedangang agar selalu bersikap jujur.
4.
Analisis materi khiyar di pondok
pesantren ini, kami mengambil acuan pada pesantren di salah satu yayasan milik
Ormas Muhammadiyah, atau lebih khususnya di MTs. Muhamamadiyah Bayubud.
5. Pendapatan
Negara adalah jumlah penghasilan yang diterima pemilik faktor-faktor produksi
sebagai balas jasa atas sumbangannya dalam proses produksi dalam kurun waktu
satu tahun (periode tertentu).
22
6. Secara garis besar sumber-sumber
pendapat negara dalam Islam ialah:
1.
Ghanimah, khums, Kharaj, Fai, Jizyah, usyr dan tebusan tawanan perang
2.
Pendapatan dari Zakat, Infaq, Wakaf, Sedekah, dan sebagainya.
3.
Dari Pengelolaan Negara atas Kepemilikan Umum.
4.
Dari Harta Milik Negara dan BUMN
5.
Dari Pendapatan Insidentil (Temporal)
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Syafe’i, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. PUSTAKA SETIA. Bandung.
2. Zakaria, Aceng. 2012. Etika
Bisnis. Ibnazka press. Garut.
3. Rasjid, Sulaiman. 2006. Fiqih
Islam. SINAR BARU ALGENSINDO. Bandung.
4. Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, 2009.
5. Suma, Amin, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, 2007.
6. Azizy, Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004.
7. http://www.alimmahdi.com/
4. Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing, 2009.
5. Suma, Amin, 5 Pilar Islam “Membentuk Pribadi Tangguh”, Ciputat: Kholam Publishing, 2007.
6. Azizy, Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2004.
7. http://www.alimmahdi.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar