MAKALAH RJP DAN OKSIGEN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan
paru tidak berfungsi.
Suctioning atau penghisapan merupakan
tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya
proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien
yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius, 1999 ).
Sebagian pasien mempunyai permasalahan
di pernafasan yang memerlukan bantuanventilator mekanik dan
pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana pemasangan ETT (Endo
Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada saluran nafas. Pasien
yang terpasang ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka
respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing adalah mengeluarkan sekret
yang mana perlu dilakukan tindakansuction
Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas
dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal
tube (OTT), traceostomy tube(TT) pada saluran pernafasa
bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi
sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru. Prosedur ini
dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme
laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan,
edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly,
2000)
Pemenuhan kebutuhan Oksigenisasi
adalah bagian dari kebutuhan fisiologis (Hurarki Maslow). Kebutuhan oksigen
diperlukan untuk proses kehidupan, oksigen sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh, kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena apabila
kebutuhan dalam tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada jaringan otak. Dan
apabila hal tersebut terjadi berlangsung lama akan mengakibatkan kematian.
Masalah kebutuhan oksigen merupakan
masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti
ada yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoxia dan akan terjadi kematian.
Proses pemenuhan kebutuhan pada manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian
oksigen melalui saluran pernapasan dan sumbatan yang yang menghalangi masuknya
oksigen, memolihkan dan memperbaiki organ pernapasan agar dapat berfungsi
normal kembali.
Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen
dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan pemberian oksigen dengan
menggunakan Nasal kanul, Masker dan Kateter nasal
B. Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah tentang Resusitasi jantung paru (RJP),
Suction
dan Oksigenisasi yaitu:
- Memberikan
penjelasan tentang Resusitasi jantung paru (RJP), Suction
dan Oksigenisasi,
tujuan, serta pelaksanaan
- Menjadikan
makalah ini sebagai sumber referensi bacaan
- Memenuhi
salah satu tugas individu mata kuliah
- Agar Mahasiswa lebih paham dan
mengerti dalam tehnik pemasangan Resusitasi jantung paru (RJP),
Suction
dan Oksigenisasi
- Agar Mahasiswa dapat memenuhi
kebutuhan dasar pasien yang berhubungan dengan Resusitasi jantung paru (RJP), Suction
dan Oksigenisasi
- Agar Mahasiswa mempunyai pedoman
dalam tindakan selanjutnya
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya
mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab
dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan
paru ke keadaan normal.
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP
(Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan,
termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat daruratan di RS ataupun di
luar RS.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.
1. Langkah-Langkah
Resusitasi pada orang dewasa
a. Tujuan
Mengembalikan
fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) atau
henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total
oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua
fungsi tersebut bekerja kembali.
b. Peralatan
Tidak
menggunakan alat-alat.
c. Persiapan
Pasien.
· Keluarga
diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
· Posisi
pasien diatur terlentang datar.
· Baju
bagian atas pasien di buka.
d. Cara
Resusitasi
Periksa
jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari,
lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau darah. Kemudian taruh tangan
penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan kepalanya,
hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal
maka pakai model jaw trust.
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to
mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali
dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien
ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift).
Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri
dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan
kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung
telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada
(sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas
tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda
sejajar dan lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 –
5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2
penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang
lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Memberikan kesempatan jantung berdenyut
lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada fase silence. Mengurangi ITP
(Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk
mencegah regurgitasi /aspirasi. Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara
tidak langsung memberikan ekspirasi napas.
Kalau ada DC shock atau Automated
External Defibrillator (AED), bisa diberikan kejut jantung sebanyak 200 joule,
namun pada VF/VT. Sedangkan kalau henti jantung pukul saja rongga dada dengan
model cardiac thumb.
e. Dokumentasi
Melakukan
RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal yang
dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem
pada korban diantaranya:
· Saat
melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada
denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
· Gerakan
dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
· Reaksi
pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
· Warna
kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
· Korban
mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
· Nadi
akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:
1.
Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2.
Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3.
Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
4. Pasien dinyatakan mati.
Setelah
dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam
stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir
dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam
terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati bila:
1. Telah terbukti terjadi kematian batang
otak.
Petunjuk
terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan
spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil
yang menetap selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di
bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi
umum
2.
Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.
Mati
jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama
paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang
optimal. Tanda kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk
membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi.
Indikasi Resusitasi
1. Henti napas (apnu)
Henti
napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi
pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer,
jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen
di dalam paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada
pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti
jantung.
Sumbatan
jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total
·
Aliran udara di
mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
·
Pada gerakan
napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi.
·
Adanya kesulitan
inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
·
Pada bayi,
sering ditemui pernapasan paradoksal.
b. Sumbatan jalan napas parsial
Terdengar
suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang menandakan sumbatan
parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak, misalnya
jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crowing) yang menandakan laringospasme;
bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda
asing berupa cairan; dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat
sumbatan jalan. napas bawah setelah bronkiolus respiratorius. Dapat juga
disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat
diketahui dari keadaan klinis:
·
Hiperkarbia,
yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2 arteri.
·
Hipoksemia,
yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia,
terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis.
Keadaan hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.
2. Henti jantung (cardiac
arrest)
Bila
terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa
dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat
disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa
penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi
elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti napas
sentral/perifer, sumbatan jalan napas, dan inhalasi asap); kelebihan dosis obat
(digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, dan
isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia,
hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik,
tenggelam, dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan;
terapi dan tindakan diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik,
toksik, dan anafilaktik).
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:
·
Hilangnya
kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.
·
Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah 15-30 detik
henti jantung.
·
Terlihat seperti
mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat sampai
kelabu.
·
Pupil dilatasi
dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.
·
Tidak teraba
denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera setelah henti
jantung.
Resusitasi
harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan kematian listrik,
serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan,
sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan kecelakaan-kecelakaan lain yang
masih memberikan peluang hidup.
Kontra Indikasi Resusitasi:
Kontra Indikasi Resusitasi:
1. Kematian normal yang biasa terjadi
pada penyakit akut atau kronis yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan
nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.
2.
Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa
fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah ½ – 1 jam terbukti tidak ada
nadi pada normotermia tanpa RJP
2 Bahaya atau Komplikasi pada Resusitasi
Fraktur
iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP tetapditeruskan
walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi tangan
salah.
· Pneumothorax.
· Hemothorax.
· Kontusio
paru.
· Laserasi hati dan limpa,
posisi tangan yang terlalu rendah akan menekan procesus xipoideus ke arah
hepar/limpa.
· Emboli
lemak.
· Muntah
dan aspirasi.
· Distensi
lambung.
B. Suction
Suction
(Penghisapan lender) merupakan tindakkan penghisapan yang bertujuan untuk
mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran
gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien
yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. Suction merupakan suatu metode untuk
mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring,
atau trakeal.
1. Tujuan
1. Mempertahankan
kepatenan jalan nafas
2. Membebaskan
jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3. Mendapatkan
sampel / karet untuk tujuan diagnose
2. Prinsip
Tekhnik
steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.
3. Komplikasi
a. Hipoksia
b. Trauma
jaringan
c. Meningkatkan
resiko infeksi
d. Stimulasi
vagal dan bronkospasm
4.
Kriteria
a. Kelengkapan alat
penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
5. Indikasi
1.
Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan
mengeluarkan atau menelan.
2.
Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai terdengar
suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels atau
ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya
mucus pada alat bantu nafas.
3.
Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral.
1)
Persiapan
a)
Lingkungan
a. Penjelasan
pada kleuarga
b. Pasang
skerem/ tabir
c. Pencahayaan
yang baik
b) Klien
a. Penjelasan
terhadap tindakan yang akan dilakukan
b. Atur posisi klien :
1.
Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan
posisi fowler dengan leher ekstensi (nasal suction).
2.
Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana
tindakan (oral/nasal suction).
2)
Alat-alat
1. Regulator vakum set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
3)
Pelaksanaan
A. Fase
orientasi
1. Suction Orofaringeal
1. Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu
batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum
atau menelannya. Prosedur digunakan setelah klien batuk.
1. Siapkan
peralatan disamping tempat tidur klien.
2. Cuci
tangan dan memakai sarung tangan.
3. Mengatur
posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
4. Pasang
handuk pada bantal atau di bawah dagu klien.
5. Pilih
tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
6. Tuangkan
air steril/ normal salin dalam wadah steril.
7. Ambungkan
kateter penghisap steril ke regulator vakum.
8. Ukur
jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien.
9. Basahi
ujung kateter dengan larutan steril.
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut
klien dan arahkan ke orofaring dengan perlahan.
11. Sumbat
“port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter
saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12. Bilas
kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress pernafasan,
istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila
diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11.
14. Bila
klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara penghisapan.
15. Hisap
secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan orofaringeal.
16. Buang
kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon.
17. Cuci
tangan.
2. Suction ETT
1. Kaji
adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya sekresi jalan nafas bagian
atas
2. Jelaskan
pada klien prosedur yang akan dilakukan
3. Persiapkan
alat dan bahan
4. Tutup
pintu atau tarik gorden
5. Berikan
pasien posisi yang benar
6. Tempatkan
handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7. Pilih
tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan 110-150 mmHg
untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95 untuk bayi.
8. Cuci
tangan
3. Suction
tracheostomy
1. Nyalakan
peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan negative yang sesuai
2. Jika
diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau sesuai program
dokter
3. Gunakan
peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan tetap menjaga kesterilan
pengisap tersebut.
4. Buka
pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka tersebut tanpa
menyentuh bungkusannya.
5. Kenakan
masker dan pelindung mata
6. Kenakan
sarung tangan steril pada kedua tangan atau kenakan sarung tangan bersih pada
tangan tidak dominan dan sarung tangan steril pada tangan dominan.
7. Angkat
kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa menyentuh permukaaan yang tidak
steril. Angkat selang penghubung dengan tangan tidak dominan. Masukkan kateter
ke dalam selang
8. Periksa
apakah peralatan berfungi dengan baik dengan mengisap sejumlah normal saline
dari Waskom
9. Lumasi
6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10. Angkat
peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan tangan tidak dominan. Tanpa
melakukan pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat, insersikan kateter dengan
ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung dengan gerakan sedikit
mirimg ke arah bawah atau melalui mulut saat klien menghirup nafas
11. Lakukan
pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan meletakkan dan
mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi kateter sambil
memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk dominan.
12. Bilas
kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai bersih.
B. Fase
Terminasi
1. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah
dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
C. Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah
melakukan tindakan
penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):
1. Meningkatnya suara napas
2. Menurunnya Peak Inspiratory Pressure,
menurunnya ketegangan saluran pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru,
meningkatnya tidal volume.
3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas,
atau saturasi oksigen yang bisa dipantau dengan pulse oxymeter
4. Hilangnya sekresi pulmonal.
C. Oksigenasi
1.
Kebutuhan
Oksigenasi
Oksigen
memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak
adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami
kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan
oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan
kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara
fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali individu tidak menyadari
terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan dianggap sebagai sesuatu yang
biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan
dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran
pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya oksigen.
2.
Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi
Saluran pernapasan bagian atas:
a. Hidung, proses oksigenasi
diawali dengan masuknya udara melalui hidung.
b. esophagus.
c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring.
b. esophagus.
c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring.
d. Epiglotis,
merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat proses menutup.
Saluran pernapasan bagian bawah:
a. Trakhea,
merupakan kelanjutan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrae
torakalis kelima.
b. Bronkhus,
merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi bronchus kanan dan
kiri.
c. Bronkiolus, merupakan
saluran percabangan setelah bronchus.
d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
e. Paru-Paru
(Pulmo), Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan.
3. Proses Oksigenasi
a.
Ventilasi
b.
Difusi
Gas
c.
Transfortasi
Gas
4. Jenis Pernapasan
a)
Pernapasan
Eksternal
b)
Pernapasan
Internal
5. Pemeriksaan Fungsi Paru Dengan Alat Spirometri
Respirasi (Pernapasan atau
ventilasi) sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan
orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang lebih
5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran
normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur
dengan alat berupa spirometer atau spirometri, sedang hasil rekamannya disebut
dengan spirogram.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% (150 ml) menetap di ruang rugi (anatomic dead space).
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% (150 ml) menetap di ruang rugi (anatomic dead space).
Volume total udara yang ditukarkan
dalam satu menit disebut dengan minute volume of respiration (MVR) atau juga
biasa disebut menit vantilasi. MVR ini didapatkan dari hasil kali antara volume
tidal dan frekuensi pernapasan normal permenit. Rata-rata MVR dari 500 ml
volume tidal sebanyak 12 kali pernapasan permenit adalah 6000 ml/menit.
6. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena
suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.
7. Gangguan Oksigenasi
Permasalahan dalam hal pemenuhan
kebutuhan oksigen tidak terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistem
respirasi baik pada anatomi maupun fisiologis dari organ-organ respirasi.
Permasalahan dalam pemenuhan tersebut dapat disebabkan adanya gangguan pada
sistem tubuh lain, misalnya sistem kardiovaskuler.
Gangguan pada sistem respirasi dapat
disebabkan diantaranya oleh peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degeneratif
dan lain-lain. Gangguan tersebut akan menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh
tidak terpenuhi secara adekuat. Secara garis besar, gangguan-gangguan respirasi
dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan irama/frekuensi pernapasan,
insufisiensi pernapasan danhipoksia.
8. Masalah Keperawatan Berkaitan dengan kebutuhan oksigen
8. Masalah Keperawatan Berkaitan dengan kebutuhan oksigen
a. Tidak efektifnya jalan napas
b.Tidak efektifnya pola napas
c. Gangguan pertukaran gas
d. Penurunan
perfusi jaringan
e.
Intoleransi
aktivitas
f.
Perubahan
pola tidur
g.
Risiko
terjadinya iskemik otak
9. Pemberian
oksigen
Persiapan
Alat dan Bahan :
1. Tabung
oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2. Nasal
kateter, kanula, atau masker
3. Vaselin,/lubrikan
atau pelumas ( jelly)
Prosedur
Kerja :
1. Cuci
tangan
2. Jelaskan
pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Cek
flowmeter dan humidifier
4. Hidupkan
tabung oksigen
5. Atur posisi
semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila
menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu berikan
lubrikan dan masukkan.
8. Catat
pemberian dan lakukan observasi.
9. Cuci
tangan
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode
untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami
henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode
ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan
mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru
tidak berfungsi.
Suction (Pengisapan Lendir)
merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan untuk mempertahankan jalan napas,
sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri.
Oksigenasi merupakan suatu
metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut,
nasofaring, atau trakeal
1. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena
apabila kebutuhan dalam tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada jaringan
otak.
2. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama
dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti ada yang
kekurangan oksigen akan mengalami hipoxia dan akan terjadi kematian.
3. Oksigenisasi adalah pemasangan oksigen yang diberikan
pada pasien untuk mengatasi masalah pernapasan.
4. Fungsi utama pernapasan adalah memperoleh O² agar
dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO² yang dihasilkan oleh
sel.
3.2 Saran
Resusitasi jantung paru-paru adalah tindakan pertolongan pertama
pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. RJP
bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama
sekali. RJP sangat dibutuhkan bagi orang yang henti napas tiba-tiba. Maka dari
itu Resusitasi Jantung Paru ini sangat bermanfaat untuk dipelajari.
1.
Dalam memberikan tindakan keperawatan hendaknya diperhatikan betul prosedur
kerja yang akan dijalankan
2.
Mahasiswa hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berhubungan
dengan oksigenisasi
3.
Menjelaskan/memberitahukan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
harus selalu terapkan oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul A. ; Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia I.
Jakarta. Salemba
CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa
terbaru dengan 30 kompresi.(http://nurse-stock.blogspot.com/2007/08/cpr-rjp-resusitasi-jantung-paru-pada.html). (Online: 16-02-2014)
Doenges,
Marilyn. Dkk ; Rencana Asuhan Keperawatan,
Jakarta. EGC 1999
Medika
2006 Carpenito, Lynela Juall ; Buku Saku
Diagnosa Keperawatan Edisi b. Jakarta, EGC ; 2000.
CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru dengan 30 kompresi.(http://ery2.wordpress.com/2008/03/19/cpr-rjp-resusitasi-jantung-paru-pada-orang-dewasa-terbaru-dengan-30-kompresi/). (Online: 16-02-2014)
Resusitasi Jantung Paru. (http://wikimed.blogbeken.com/category/ilmu-anestesi/resusitasi-jantung-paru). (Online: 16-02-2014)
Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak,
diterbitkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal : 4, 1984.
Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku
Ajar Ilmu PenyakitDalam, Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta,hal : 281, 1987.
Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi, Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, hal :106, 1998.
Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor
MuchtaruddinMansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru
Otak, Cermin Dunia Kedokteran, EdisiK husus, No. 80, hal : 137-129, 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar