HOME

Kamis, 19 Mei 2016

MAKALAH RJP DAN OKSIGEN



MAKALAH RJP DAN OKSIGEN

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.  ( Ignativicius, 1999 ).
Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan bantuanventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada saluran nafas. Pasien yang terpasang ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing adalah mengeluarkan sekret yang mana perlu dilakukan tindakansuction
Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube(TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000)
Pemenuhan kebutuhan Oksigenisasi adalah bagian dari kebutuhan fisiologis (Hurarki Maslow). Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan, oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh, kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena apabila kebutuhan dalam tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada jaringan otak. Dan apabila hal tersebut terjadi berlangsung lama akan mengakibatkan kematian.
Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti ada yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoxia dan akan terjadi kematian. Proses pemenuhan kebutuhan pada manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernapasan dan sumbatan yang yang menghalangi masuknya oksigen, memolihkan dan memperbaiki organ pernapasan agar dapat berfungsi normal kembali.
Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan pemberian oksigen dengan menggunakan Nasal kanul, Masker dan Kateter nasal

B.  Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah tentang Resusitasi jantung paru (RJP), Suction dan Oksigenisasi yaitu:
-     Memberikan penjelasan tentang Resusitasi jantung paru (RJP), Suction dan Oksigenisasi, tujuan, serta pelaksanaan
-     Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi bacaan
-     Memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah
-     Agar Mahasiswa lebih paham dan mengerti dalam tehnik pemasangan Resusitasi jantung paru (RJP), Suction dan Oksigenisasi
-     Agar Mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berhubungan dengan Resusitasi jantung paru (RJP), Suction dan Oksigenisasi
-     Agar Mahasiswa mempunyai pedoman dalam tindakan selanjutnya





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Resusitasi Jantung Paru
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan paru ke keadaan normal.
CPR (Cardio pulmonary Resucitation)/RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS. 
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan ambulance datang.
1.  Langkah-Langkah Resusitasi pada orang dewasa
a.  Tujuan
Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
b. Peralatan
Tidak menggunakan alat-alat.
c.  Persiapan Pasien.
·     Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
·     Posisi pasien diatur terlentang datar.
·     Baju bagian atas pasien di buka.
d.  Cara Resusitasi
Periksa jalan napas korban dengan cara :
Membuka mulut korban dengan 2 jari, lihat apakah ada benda asing, lidah yang drop atau darah. Kemudian taruh tangan penolong diatas jidat dan bawah dagu korban dan dongakkan kepalanya, hiperfleksi – (Head tilt chin lift), kalau kita curiga ada fraktur servikal maka pakai model jaw trust.
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi).
Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak ventilasi ada fase silence. Mengurangi ITP (Intra Thoracik Pressure) – Tekanan Dalam Rongga Dada karena ventilasi untuk mencegah regurgitasi /aspirasi. Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan ekspirasi napas.
Kalau ada DC shock atau Automated External Defibrillator (AED), bisa diberikan kejut jantung sebanyak 200 joule, namun pada VF/VT. Sedangkan kalau henti jantung pukul saja rongga dada dengan model cardiac thumb.
e.  Dokumentasi
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
·       Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
·       Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
·       Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
·       Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
·       Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
·       Nadi akan berdenyut kembali.               

Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini:

1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
3. Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi.
4. Pasien dinyatakan mati.
Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati bila:
1.      Telah terbukti terjadi kematian batang otak.
Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, di bawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum
2. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti/ireversibel.
Mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi.

Indikasi Resusitasi

1. Henti napas (apnu)
Henti napas dapat disebabkan oleh sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan, baik di sentral maupun perifer. Bila terjadi henti napas primer, jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit selama ada sisa oksigen di dalam paru yang beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada pasien dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat mencegah henti jantung.
 Sumbatan jalan napas dapat dikenali dengan cara berikut ini:
a. Sumbatan jalan napas total
·         Aliran udara di mulut atau hidung tidak dapat didengar atau dirasakan.
·         Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
·         Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.
·         Pada bayi, sering ditemui pernapasan paradoksal.
b. Sumbatan jalan napas parsial
Terdengar suara napas tambahan, yaitu bunyi dengkur (snoring) yang menandakan sumbatan parsial hipofaring yang disebabkan oleh adanya jaringan lunak, misalnya jatuhnya dasar lidah, hipertrofi tonsil, dsb. Bunyi lengking (crow­ing) yang menandakan laringospasme; bunyi kumur (gargling) yang menandakan adanya benda asing berupa cairan; dan bunyi bengek (wheezing) yang menandakan terdapat sumbatan jalan. napas bawah setelah bronkiolus respiratorius. Dapat juga disertai retraksi.
Gejala akibat sumbatan jalan napas yang segera dapat diketahui dari keadaan klinis:
·         Hiperkarbia, yaitu penunman kesadaran. Dipastikan dengan peninggian PCO2 arteri.
·         Hipoksemia, yaitu takikardia, gelisah, berkeringat, atau sianosis. Pada hipoksemia, terjadinya sianosis tergantung Hb reduksi >5 g% akan terjadi sianosis. Keadaan hipoksemia dipastikan dengan penurunan PO2 arteri.
2. Henti jantung (cardiac arrest)
Bila terjadi henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disebabkan oleh faktor intrinsik atau ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa penyakit kardiovaskular seperti asistol, fibrilasi ventrikel, dan disosiasi elektromekanik. Faktor ekstrinsik adalah kekurangan oksigen akut (henti napas sentral/perifer, sumbatan jalan napas, dan inhalasi asap); kelebihan dosis obat (digitalis, kuinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, dan isoprenalin); gangguan asam basal elektrolit (hipo/hiperkalemia, hipo/hipermagnesia, hiperkalsemia, dan asidosis); kecelakaan (syok listrik, tenggelam, dan cedera kilat petir); refleks vagal; anestesi dan pembedahan; terapi dan tindakan diagnostik medis; dan syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, dan anafilaktik).
Tanda-tanda henti jantung adalah sebagai berikut:
·         Hilangnya kesadaran dalam waktu 10-20 detik setelah henti jantung.
·         Henti napas (apnu) atau megap-megap (gasping) yang muncul setelah 15-30 detik henti jantung.
·         Terlihat seperti mati (death like appearance) dengan warna kulit pucat sampai kelabu.
·         Pupil dilatasi dalam waktu 45 detik setelah henti jantung.
·         Tidak teraba denyut arteri besar, yaitu arteri femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi dan anak kecil. Tanda ini muncul segera setelah henti jantung. 
Resusitasi harus dilakukan pada infark jantung kecil yaiig mengakibatkan kematian listrik, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat­-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam, dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberikan peluang hidup.
Kontra Indikasi Resusitasi:
1. Kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronis yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat.
2. Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi.
3. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu setelah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP
 Bahaya  atau Komplikasi pada Resusitasi
Fraktur iga dan sternum sering terjadi terutama pada orang tua, RJP tetapditeruskan walaupun terasa ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi tangan salah.
·  Pneumothorax.
·  Hemothorax.
·  Kontusio paru.
·  Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang  terlalu rendah akan menekan procesus xipoideus ke arah hepar/limpa.
·  Emboli lemak.
·  Muntah dan aspirasi.
·  Distensi lambung.
B.  Suction
Suction (Penghisapan lender) merupakan tindakkan penghisapan yang bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. Suction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring, atau trakeal.
1.   Tujuan
1.      Mempertahankan kepatenan jalan nafas
2.      Membebaskan jalan nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3.      Mendapatkan sampel / karet untuk tujuan diagnose
2. Prinsip
Tekhnik steril, agar mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.
3. Komplikasi
a.       Hipoksia
b.      Trauma jaringan
c.       Meningkatkan resiko infeksi
d.      Stimulasi vagal dan bronkospasm
4. Kriteria
a. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
5. Indikasi
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan.
2. Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai terdengar suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels atau ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya mucus pada alat bantu nafas.
3. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral.
1)   Persiapan
a)      Lingkungan
a.       Penjelasan pada kleuarga
b.      Pasang skerem/ tabir
c.       Pencahayaan yang baik
b) Klien
a.  Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan
b.  Atur posisi klien :
1. Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan posisi fowler dengan leher  ekstensi (nasal suction).
2. Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana tindakan (oral/nasal suction).
2)   Alat-alat
1. Regulator vakum set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
3)   Pelaksanaan
A.    Fase orientasi
1. Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur digunakan setelah klien batuk.
1.      Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien.
2.       Cuci tangan dan memakai sarung tangan.
3.      Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
4.      Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien.
5.      Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
6.       Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril.
7.       Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum.
8.      Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien.
9.      Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
10. Penghisapan, masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring dengan perlahan.
11.  Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12.  Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13.  Bila diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11.
14.  Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara penghisapan.
15.  Hisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan orofaringeal.
16.  Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon.
17.  Cuci tangan.
2. Suction ETT
1.      Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala adanya sekresi jalan nafas bagian atas
2.      Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3.      Persiapkan alat dan bahan
4.      Tutup pintu atau tarik gorden
5.      Berikan pasien posisi yang benar
6.      Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7.      Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien. Misalnya tekanan 110-150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95 untuk bayi.
8.      Cuci tangan 
3. Suction tracheostomy
1.      Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada tekanan negative yang sesuai
2.      Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100% atau sesuai program dokter
3.      Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan tetap menjaga kesterilan pengisap tersebut.
4.      Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang terbuka tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
5.      Kenakan masker dan pelindung mata
6.      Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau kenakan sarung tangan bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril pada tangan dominan.
7.      Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa menyentuh permukaaan yang tidak steril. Angkat selang penghubung dengan tangan tidak dominan. Masukkan kateter ke dalam selang
8.      Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan mengisap sejumlah normal saline dari Waskom
9.      Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10.   Angkat peralatan pemberian oksigen, jika terpasang dengan tangan tidak dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan perlahan tetapi cepat, insersikan kateter dengan ibu jari dan jari telunjuk dominan ke dalam hidung dengan gerakan sedikit mirimg ke arah bawah atau melalui mulut saat klien menghirup nafas
11.  Lakukan pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan meletakkan dan mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi kateter sambil memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk dominan.
12.  Bilas kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai bersih.
B.     Fase Terminasi
1.   Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah dilakukan
2.   Rencana tindak lanjut
3.   Kontrak yang akan datang
C.  Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan
penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):
1.      Meningkatnya suara napas
2.       Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal volume.
3.      Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa dipantau dengan pulse oxymeter
4.      Hilangnya sekresi pulmonal.

C.  Oksigenasi    
1.    Kebutuhan Oksigenasi
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan  tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya oksigen.

2.     Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi
Saluran pernapasan bagian atas:
a. Hidung, proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung.
b. esophagus.
c. Laring, merupakan saluran pernapasan setelah faring.
d. Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat proses menutup.
Saluran pernapasan bagian bawah:
a. Trakhea, merupakan kelanjutan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrae torakalis kelima.
b. Bronkhus, merupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri.
c. Bronkiolus, merupakan saluran percabangan setelah bronchus.
d. Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
e. Paru-Paru (Pulmo), Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan.
3.      Proses Oksigenasi
a.       Ventilasi
b.      Difusi Gas
c.       Transfortasi Gas
4.       Jenis Pernapasan
a)      Pernapasan Eksternal
b)      Pernapasan Internal
5.        Pemeriksaan Fungsi Paru Dengan Alat Spirometri
Respirasi (Pernapasan atau ventilasi) sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru. Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer atau spirometri, sedang hasil rekamannya disebut dengan spirogram.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus, kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas. Sedang sisanya sebanyak 30% (150 ml) menetap di ruang rugi (anatomic dead space).
Volume total udara yang ditukarkan dalam satu menit disebut dengan minute volume of respiration (MVR) atau juga biasa disebut menit vantilasi. MVR ini didapatkan dari hasil kali antara volume tidal dan frekuensi pernapasan normal permenit. Rata-rata MVR dari 500 ml volume tidal sebanyak 12 kali pernapasan permenit adalah 6000 ml/menit.
6.         Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.
7. Gangguan Oksigenasi
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun fisiologis dari organ-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan tersebut dapat disebabkan adanya gangguan pada sistem tubuh lain, misalnya sistem kardiovaskuler.
Gangguan pada sistem respirasi dapat disebabkan diantaranya oleh peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degeneratif dan lain-lain. Gangguan tersebut akan menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara adekuat. Secara garis besar, gangguan-gangguan respirasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan irama/frekuensi pernapasan, insufisiensi pernapasan danhipoksia.
8.
       Masalah Keperawatan Berkaitan dengan kebutuhan oksigen
a. Tidak efektifnya jalan napas
b.Tidak efektifnya pola napas
c.    Gangguan pertukaran gas
d. Penurunan perfusi jaringan
e.    Intoleransi aktivitas
f.     Perubahan pola tidur
g.    Risiko terjadinya iskemik otak
9. Pemberian oksigen
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2. Nasal kateter, kanula, atau masker
3. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Cek flowmeter dan humidifier
4. Hidupkan tabung oksigen
5. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan kondisi  pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga, setelah itu berikan lubrikan dan masukkan.
8. Catat pemberian dan lakukan observasi.
9. Cuci tangan













BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi.
Suction (Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan untuk mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
Oksigenasi merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring, atau trakeal
1. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena apabila kebutuhan dalam tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada jaringan otak.
2. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti ada yang kekurangan oksigen akan mengalami hipoxia dan akan terjadi kematian.
3. Oksigenisasi adalah pemasangan oksigen yang diberikan pada pasien untuk mengatasi masalah pernapasan.
4. Fungsi utama pernapasan adalah memperoleh O² agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO² yang dihasilkan oleh sel.

3.2    Saran
Resusitasi jantung paru-paru adalah tindakan pertolongan pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. RJP bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup sama sekali. RJP sangat dibutuhkan bagi orang yang henti napas tiba-tiba. Maka dari itu Resusitasi Jantung Paru ini sangat bermanfaat untuk dipelajari.
1. Dalam memberikan tindakan keperawatan hendaknya diperhatikan betul prosedur kerja yang akan dijalankan
2. Mahasiswa hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien yang berhubungan dengan oksigenisasi
3. Menjelaskan/memberitahukan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan harus selalu terapkan oleh perawat.




DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul A. ; Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta. Salemba
Doenges, Marilyn. Dkk ; Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta. EGC 1999
Medika 2006 Carpenito, Lynela Juall ; Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi b. Jakarta, EGC ; 2000.

 

CPR / RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru dengan 30 kompresi.(http://ery2.wordpress.com/2008/03/19/cpr-rjp-resusitasi-jantung-paru-pada-orang-dewasa-terbaru-dengan-30-kompresi/). (Online: 16-02-2014)

Resusitasi Jantung Paru. (http://wikimed.blogbeken.com/category/ilmu-anestesi/resusitasi-jantung-paru). (Online: 16-02-2014)

Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak, diterbitkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal : 4, 1984.

Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam, Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,hal : 281, 1987.

Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi, Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal :106, 1998.
Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor MuchtaruddinMansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru Otak, Cermin Dunia Kedokteran, EdisiK husus, No. 80, hal : 137-129, 1992


Tidak ada komentar:

Posting Komentar